Minggu, 21 September 2014

Sabtu Kontemplatif, haru menyeruak...



Di sebuah sudut kampung, di Indonesia ini, saya tertegun, turut terisak bersama tangis seorang anak kelas 4 SD yang memiliki cita-cita amat sederhana “membelikan neneknya seekor kambing”.
Anak sekecil itu, telah larut dalam kerasnya hidup. Perceraian kedua orang tuanya mengantarnya hidup dengan ketimpangan ekonomi bersama seorang nenek yang telah renta, seorang kakek buyut yang tak berdaya serta seorang kakak dengan usia hampir sebayanya yang telah menguras peluh bekerja sebagai kuli bangunan, memutus rantai pendidikannya.
Anak itu laki-laki, ketika diwawancarai, ia menangis dengan sesungguhnya tangis, bertutur tentang keinginannya membelikan neneknya seekor kambing, agar mereka tak perlu lagi bekerja upahan mengurus kambing tetangganya. Hari-harinya, ia habiskan sepulang sekolah dengan meretas kebun liar mencari sayur-sayuran yang juga tumbuh liar, (daun singkong dsb) untuk dijual. “bila tersisa, itu dijadikan lauk sama nenek” katanya penuh haru.
Ada yang sakit disini, melihat realitas itu. Kelak, akan kubangun panti jompo serta panti asuhan, menyedia sebuah tempat agar para yang tua, dapat menghabiskan sisa hari-hari dengan lebih banyak mengingatNYA, serta yang muda dapat menuntut diri menjadi pribadi yang bermanfaat.

Sabtu kontemplatif,
Menjadi saksi sebuah acara tivi tentang orang-orang pinggiran.
Saya tiba-tiba muak dengan acara-acara infotainment, begitu glamour, hura-hura. Saya kira, semua orang dapat hidup tanpa hiburan, namun yang pasti semua orang hidup tak kan mampu bertahan tanpa makan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar