Ini semata-mata soal mental, habit,
buruk.
Setiap hari, di tempat ini, dari
pengeras suara, tersiar wejangan kepada murid “kita hidup di daerah
pariwisata,setiap hari tamu dari berbagai negara mengunjungi sekolah kita, oleh
sebab itu, jagalah kebersihan, buanglah sampah pada tempatnya”
Tapi sekali lagi, ini benar-benar
soal mental kita, kami para guru yang bertutur demikian.
Seorang guru amat disiplin memberi
contoh, membuang sampah pada tempatnya,
seorang guru yang lain, sambil ngobrol-ngobrol entah sadar atau tidak
membuang plastic snack yang dimakannya. Murid melihat, diam, yang dia lihat
lebih mudah ia pahami dari apa yang ia dengar. Apalagi murid-murid kelas
rendah, konkrit.
Di lain waktu, saat guru-guru dan
beberapa murid sedang berada di halaman sekolah, seorang guru menyobek plastic
permen, sobekan yang kecil dibuang begitu saja, walaupun plastic tempat
permennya dibuang ke tempat sampah setelah permen berada di mulut. Seorang guru
mengingatkan “bu, sobekan plastiknya tuh”, guru yang makan permen menjawab “ah,
kecil begitu kok”. Murid melihat, menalar, mencoba memahami. “berarti sampah
yang kecil boleh dibuang begitu saja kan?”
Demikian pula ketika suatu kali,
setelah makan-makan seorang guru membuang sampahnya yang banyak di sekitar
halaman sekolah tempatnya duduk-duduk. Seorang guru menegur “bu, nanti
anak-anak lihat ibu buang sampah sembarangan”, sang guru yang ditegur menjawab
“nanti saya sapu bu”
See?
Ini sungguh-sungguh semata soal
mental. Mental suka buang sampah. Tak peduli kita sedang sangat sibuk sehingga
tak sadar, tak peduli pula samphnya sekecil apapun, apalagi mengatakan sampah
itu nanti dapat disapu. Mental guru adalah mental teladan, begitu berkata ini,
ia harus menjadi yg pertama menunaikkan apa yang dikatakannya.
hmm..template blognya jg ilalang..
BalasHapus